Rabu, 26 September 2012

IKHTIAR YANG DISERTAI IKHLAS


TUGAS    :    Refleksi 2
NAMA      :    Maria Sofia Jaflean
NIM          :    12709259025
KELAS     :    Pendidikan Matematika C



“Jalani tugas dan profesi kita dengan ikhlas dan selalu merefleksikannya”

            Ini adalah sebuah kalimat yang diucapkan oleh Dr. Marsigit dalam perkuliahaan Filsafat pada pertemuan kedua dan saya ingin menjadikannya sebagai bahan refleksi saya kali ini.

            Saya sebagai manusia yang tidak mungkin hidup selamanya, dan dalam hidup yang sementara di dunia ini, saya dengan segala akal budi dan pengetahuan, selalu berikhtiar atau berusaha untuk melakukan apa saja demi mencapai keinginan atau pun tujuan hidup saya. Hasrat atau keinginan untuk mencapai semua yang saya inginkan sering kali membuat saya lupa bahwa ada orang lain di sekitar saya, keluarga, sahabat, teman, siswa, atasan, yang juga membutuhkan perhatian, bahkan tanggung jawab dari diri saya.

            Sebagai seorang guru, saya merasa belum bisa melaksanakan tugas secara maksimal. Ada saat dimana saya lebih mementingkan kepentingan pribadi saya dan melaksanakan tugas itu hanya sebagai suatu kewajiban semata bukan karena kesadaran untuk mengabdi.

            Dan setelah mengikuti perkuliahaan filsafat kali ini, saya tersentuh dengan apa yang diucapkan Dr. Marsigit : Jalani tugas dan profesi kita dengan ikhlas kemudian merefleksikannya. Saya sadar bahwa setiap tugas atau tanggung jawab yang diberikan kepada kita, entah itu dari atasan, keluarga, sahabat, atau pun teman, harus dijalani dengan ikhlas. Mungkin benar apa yang dikatakan Dr. Marsigit, bahwa Tidak ada manusia yang sempurna, manusia hanya bisa berikhtiar di dalam doa untuk menggapai keseimbangan hidup. Karena di saat kita ikhlas dalam melakukan segala hal, hidup kita akan jauh lebih mudah untuk dijalani, lebih tenang, lebih bahagia dan damai.

             Semoga dalam mencapai semua keinginan dan tujuan hidup, saya selalu berkhitiar di dalam doa dan ikhlas dalam menjalani tugas dan profesi saya, dan semoga saya bisa menetapkan hati sebagai komando dalam menggapai apa yang saya inginkan, sebagai unkapan syukur saya atas rahmat TUHAN.




PERTANYAAN  :

Setiap manusia memiliki EGO sehingga memungkinkan manusia untuk bersikap EGOIS dan melupakan kepentingan orang lain. Apa yang harus saya lakukan agar  EGO yang saya miliki tidak menjadi EGOIS?

Rabu, 19 September 2012

Hubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat Ilmu, dan Agama



 
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran mengenai apa dan bagaimana pembentukan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta landasan, sifat dan fungsinya bagi kehidupan manusia.
Filsafat ilmu memberikan kerangka dasar dalam berolah ilmu agar proses dan produk keilmuan yang dihasilkan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah moral, etika dan kesusilaan.
Filsafat ilmu melakukan dua macam hal yakni, di satu sisi membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan, di sisi lain, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan kesalahan.
Kebenaran ilmu pengetahuan diperoleh dengan cara penyelidikan, percobaan (eksperimen), dan berdasarkan pengalaman (empiris), ilmu filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengembarakan akal budi secara radikal, integral, universal, dan tidak terikat oleh ikatan apapun, kecuali logika. Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran, di dalam mencari, menghampiri, dan menemukan kebenaran itu, manusia menggunakan tiga cara yakni melalui Ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama.
Menurut Prof.Nasioen, SH, “Filsafat yang sejati haruslah berdasarkan kepada agama, apabila filasafat tidak berdasarkan agama, dan hanya semata-mata berdasarkan atas akal pikiran saja, maka filsafat itu tidak akan memuat kebenaran objektif , karena yang memberikan pandangan dan putusan adalah akal pikiran.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif, kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimen). Kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat keduanya adalah nisbi atau relatif. Relatifitas atau kenisbian ilmu pengetahuan bermuara kepada filsafat dan relativitas atau kenisbian ilmu pengetahuan dan filsafat bermuara kepada agama. Agama dapat menjadi petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi manusia dalam menempuh hidupnya dengan harapan penuh keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepandai-pandainya manusia dalam ilmu pengetahuan maupun filsafat, tetap membutuhkan bimbingan moral atau agama untuk dipedomani dalam hidup sebagai orang beriman. Karena  Ilmu tanpa bimbingan moral dan agama adalah buta. Kebutaan manusia terhadap moral dan agama dapat membawa manusia ke jurang malapetaka.  



Pertanyaan :

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kebenaran?