Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran mengenai apa dan
bagaimana pembentukan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta landasan, sifat
dan fungsinya bagi kehidupan manusia.
Filsafat ilmu memberikan kerangka dasar dalam berolah
ilmu agar proses dan produk keilmuan yang dihasilkan tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah moral, etika dan kesusilaan.
Filsafat ilmu melakukan dua macam hal yakni, di satu sisi
membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya
sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan, di sisi lain, filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan
pada penghapusan kesalahan.
Kebenaran ilmu pengetahuan diperoleh dengan cara
penyelidikan, percobaan (eksperimen), dan berdasarkan pengalaman (empiris), ilmu
filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengembarakan akal budi secara
radikal, integral, universal, dan tidak terikat oleh ikatan apapun, kecuali
logika. Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran, di dalam mencari,
menghampiri, dan menemukan kebenaran itu, manusia menggunakan tiga cara yakni
melalui Ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama.
Menurut Prof.Nasioen, SH, “Filsafat yang sejati haruslah
berdasarkan kepada agama, apabila filasafat tidak berdasarkan agama, dan hanya
semata-mata berdasarkan atas akal pikiran saja, maka filsafat itu tidak akan
memuat kebenaran objektif , karena yang memberikan pandangan dan putusan adalah
akal pikiran.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif,
kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan
secara empiris, riset dan eksperimen). Kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat
keduanya adalah nisbi atau relatif. Relatifitas atau kenisbian ilmu pengetahuan
bermuara kepada filsafat dan relativitas atau kenisbian ilmu pengetahuan dan
filsafat bermuara kepada agama. Agama dapat menjadi petunjuk, pegangan serta
pedoman hidup bagi manusia dalam menempuh hidupnya dengan harapan penuh
keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sepandai-pandainya manusia dalam ilmu pengetahuan maupun filsafat, tetap membutuhkan
bimbingan moral atau agama untuk dipedomani dalam hidup sebagai orang beriman.
Karena Ilmu tanpa bimbingan moral dan agama
adalah buta. Kebutaan manusia terhadap moral dan agama dapat membawa manusia ke
jurang malapetaka.
Pertanyaan :
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kebenaran?
Pertanyaan :
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kebenaran?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar