Kamis, 13 Desember 2012

SEPENGGAL HIDUP YANG HARUS DIMAKNAI


Kehidupan ini bak sebuah perziarahan dan manusia menjadi peziarah yang hanya bisa menjalani hidup melalui jalan yang sudah digariskan dan entah berujung di mana dan berakhir kapan. Suatu kenyataan bahwa kita tidak dapat berbuat banyak tatkala dihadapkan pada kenyataan dimana hidup ini hanya sementara dan apa yang sudah digariskan TUHAN terjadi dalam hidup kita adalah sebuah ketetapan dan tak bisa ditawar. Tetapi kita juga menyadari bahwa di dalam perziarahan di dunia ini, kita mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihan. Pilihan untuk menjadi apa pun yang kita inginkan. Satu hal yang dapat saya tangkap dari perkuliahan filsafat kali ini adalah “Untuk mencapai suatu keberhasilan dibutuhkan kerja keras dan pengorbanan”. Ya, saya melihat Prof. Marsigit sebagai seseorang yang  berhasil dalam hidupnya. Dengan karya-karyanya ia menjadikan hidupnya bermakna bagi dirinya dan orang lain. Keberhasilannya membuat saya kembali merefleksikan diri dan kehidupan saya selama ini. Ternyata, dalam kisah hidup saya yang baru sepenggal ini, saya belum melakukan sesuatu yang berarti dan bermanfaat untuk masa depan saya. Banyak waktu yang terbuang sia-sia, banyak tugas dan tanggung jawab yang terabaikan. Melihat karya-karyanya, saya jadi termotivasi untuk bisa berhasil dan sukses seperti beliau. Saya menyadari bahwa jalan menuju kesuksesan itu tidak mudah. Butuh pengorbanan dan kerja keras agar bisa mencapainya, dan saya ingin hidup saya ini tidak sia-sia. Saya ingin mengisi waktu saya dengan melakukan hal-hal baik dan bermanfaat bagi masa depan saya, saya ingin menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, dan  menata hidup ini menjadi lebih baik lagi, saya ingin bangkit dari kegagalan-kegagalan yang pernah saya alami, karena saya percaya bahwa ketika saya dengan niat tulus berusaha untuk merubah hidup, saya pasti sukses. Meskipun hidup ini pasti tak bertahan selamanya dan tantangan selalu ada, namun jika tantangan itu dilakoni dengan baik, akan memberikan pelajaran yang berharga dalam hidup saya. Semoga TUHAN merestui keinginan saya untuk sukses menjadikan hidup saya yang hanya sepenggal ini bermakna bagi diri saya, keluarga, dan sesama. 



Jumat, 07 Desember 2012

Aliran-aliran Filsafat


Tugas ke-3  Refleksi Filsafat
Nama    :     Maria Sofia Jaflean  (12709259025)
Kelas     :     C  Pendidikan Matematika PPs UNY – 2012

  A.            Aliran-aliran dalam Persoalan Keberadaan
Aliran-aliran dalam persoalan keberadaan menimbulkan tiga segi pandangan yaitu :
                     1.       Pandangan dari segi jumlah, banyak (kuantitas), artinya berapa banyak kenyataan yang paling dalam itu. Segi masalah kuantitas ini melahirkan beberapa aliran filsafat sebagai jawabannya.
1)              Monoisme
Monoisme adalah aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya. Tokoh-tokohnya antara lain : Thales (625 – 545 SM) yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu substansi, yaitu air. Anaximander (610 – 547 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan terdalam adalah Apeiron, yaitu sesuatu yang tanpa batas, tak dapat ditentukan dan tidak memiliki persamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia. Anaximenes (585 – 528) berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan yang sedalam-dalamnya adalah udara. Filsuf modern yang termasuk penganut monoisme adalah Baruch spinoza yang berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan. dalam hal ini Tuhan diidentikkan dengan alam (Naturans naturata).
2)              Dualisme (serba dua)
Dualisme adalah aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri sendiri. Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah Plato (428 – 348 SM) yang membedakan dua dunia yaitu duania indera (dunia bayang-bayang) dan dunia intelek (dunia ide). Descartes (1596 – 1650) membedakan substansi pikiran dan substansi keluasan. Leibniz (1724 – 1804) yang membedakan antara duania yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin. Immanuel Kant (1724 – 1804) yang membedakan antara dunia gejala (penomena) dan dunia hakiki (noumena).
3)              Pluralisme (serba banyak)
Pluralisme adalah aliran yang tidak mengakui satu substansi atau dua substansi melainkan mengakui banyak substansi. Penganut aliran ini adalah Empledokles (490 – 430 SM) yang menyatakan bahwa hakekat kenyataan terdiri dari empat unsur yaitu: udara, api, air, dan tanah. Anaxagoras (500 – 428) menyatakan bahwa hakekat kenyataan terdiri dari unsur-unsur yang tak terhitung banyaknya, sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya itu dikuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan nous. Nous adalah zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur. Leibniz (1646 – 1716) menyatakan bahwa hakekat kenyataan terdiri dari monade-monade yang tak terhingga banyaknya. Monade adalah substansi yang tidak berluas, selalu bergerak, tidak terbagi, dan tidak dapat rusak. Setiap monade saling berhubungan dalam suatu sistem yang sebelumnya telah diselaraskan Harmonia prestabilia.
                     2.       Pandangan dari segi sifat (kualitas)
1)              Spiritualisme atau Idealisme
Spiritualisme mengandung beberapa arti yakni, ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh (Pneuma, Nous, Reason, Logos) yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam; spiritualisme juga kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistik yang menyatakan adanya roh mutlak; spiritualisme dipakai dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari roh suci dalam bidang agama; spiritualisme berarti kepercayaan bahwa roh-roh orang mati berkomunikasi dengan orang hidup melalui orang-orang tertentu yang menjadi perantara dan dan lewat bentuk wujud yang lain. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Plato (430 – 348 SM) dengan ajarannya tentang idea atau cita dan jiwa yang merupakan gambaran asli segala benda. Semua yang ada di dalam dunia hanyalah merupakan penjelmaan atau bayangan saja. Idea atau cita tidak dapat ditangkap oleh indera, tetapi dapat dipikirkan.Sedangkan yang dapat ditangkap oleh indera manusia hanyalah bayang-bayang. Leibniz (1646 - 1718) dengan teorinya tentang monade. monade adalah sesuatu yang bersahaja, sederhana, tidak menempati ruang, tidak berbentuk. Sifatnya yang terutama adalah gerak, menaggap, dan berpikir. Setiap monade bersifat otonom mutlak. 
2)              Materialisme
Materialisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesederhanaan adalah penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. materi adalah sesuatu hal yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk, dan menempati ruang. Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti pikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih, dan rasa senang, tidak lain adalah ungkapan proses kebendaan. Tokoh-tokohnya antara lain, Demokritus (460 – 370 SM) menyatakan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kecil yang memiliki bentuk dan badan. Atom-atom ini memiliki sifat yang sama, perbedaannya hanya tentang besar, bentuk dan letaknya. Jiwa menurut Demokritus dikatakan terjadi dari atom-atom yang bentuknya lebih kecil, bulat, dan mudah bergerak. Tokoh yang lain adalah Thomas Hobbes (1588 – 1679). Ia berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia termasuk pikiran dan perasaan merupakan gerak dari materi. Karena segala sesuatu terjadi dari benda-benda kecil, maka menurut Hobbes, filsafat sama dengan ilmu yang mempelajari benda-benda.
                     3.       Pandangan dari segi proses, kejadian atau perubahan
1)              Mekanisme
Pandangan Mekanisme (serba mesin) menyatakan bahwa semua gejala (peristiwa) dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidah-kaidahnya dan peristiwa berdasar pada sebab kerja (efficient cause) yang dilawankan dengan sebab tujuan (final cause). Pandangan yang bercorak mekanistik pertama kali diajukan oleh Leucippus dan Democritus yang berpendirian bahwa alam dapat diterangkan berdasar pada atom-atom yang bergerak dalam ruang kosong. Pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei (1564 – 1641) dan filsuf lainnya pada abad 17 sebagai filsafat mekanik. Descartes menanggapa bahwa hakekat materi adalah keluasan (extension), dan semua gejala fisik   dapat diterangkan dengan kaidah-kaidah mekanik. sedangkan bagi Immanuel Kant, kepastian dari suatu kejadian sesuai dengan kaidah sebab akibat (causality) sebagai suatu kaidah alam.
2)              Teleologi (serba tujuan)
Aliran teologi berpendirian bahwa  yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semula memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan. Plato membedakan antara idea dengan materi. Tujuan berlaku di alam idea sedangkan kaidah sebab akibat berlaku dalam materi. Menurut Aristoteles, untuk memahami kenyataan yang sesungguhnya, kita harus memahami adanya empat macam sebab, yaitu sebab bahan (material cause) yaitu bahan yang menjadikan sesuatu itu ada, sebab bentuk (formal cause) adalah yang menjadikan sesuatu itu berbentuk, sebab kerja (afficient cause) adalah yang menyebabkan bentuk itu bekerja atas bahan, dan sebab tujuan (final cause ) adalah yang menyebabkan tujuan itu semata-mata karena perubahan tempat atau gerak. Menurut aliran ini, kegiatan alam mengandung suatu tujuan dan kaidah sebab akibat hanyalah alat bagi alam untuk mencapai tujuannya.
3)              Vitalisme
Aliran vitalisme memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara fisika-kimiawi, karena hakekatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Filsuf vitalisme Hans Adolf Eduard Driesch (1867 – 1940) menjelaskan bahwa setiap organisme memiliki entelechy atau asas hidup yang oleh Henry Bergson (1859 – 1941) disebut sebagai elan vital. Elan vital merupakan sumber dari sebab kerja dan perkembangan dalam alam yang mengatur gejala hidup dan menyesuaikannya dengan tujuan hidup. Oleh sebab itu vitalisme sering disebut juga dengan finalisme.
4)              Organisisme (berlawanan dengan Vitalisme)
Menurut aliran organisme, hidup adalah suatu struktur yang dinamik, suatu kebulatan yang memiliki bagian-bagian yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah adanya sitem yang teratur.    



  B.            Aliran-aliran dalam Persoalan Pengetahuan
1.      Persoalan pengetahuan yang bertalian dengan sumber-sumber                                         pengetahuan, dijawab oleh aliran berikut.
1)              Rasionalisme
Aliran ini berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber dari akal. Akal memperoleh bahan lewat indera dan diolah menjadi pengetahuan. Rane Descartes membedakan tiga idea yang ada dalam diri manusia, yaitu innate ideas, yaitu ide yang dibawa manusia sejak lahir, adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal dari luar diri manusia, factitious ideas adalah ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran itu sendiri. Tokoh-tokoh lain yang menganut aliran ini adalah Spinoza dan Leibniz.
2)              Empirisme
Aliran empirisme adalah aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indera melalui kesan-kesan dari alam nyata, berkumpul dalam diri manusia dan menjadi pengalaman. Aliran pendukung empirisme adalah Posivisme Perancis, Posivisme logis dari lingkaran Wina, Analisa filsafati Inggris, dan berbagai aliran psikologi behavioristik.
3)              Realisme
Realisme adalah aliran yang menyatakan bahwa objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam dirinya dan tidak bergantung pada yang mengetahui, atau pun pikiran. Dunia ada sebelum dan sesudah pikiran.
4)              Kritisisme
Kritisisme adalah aliran yang berusaha menjawab persoalan pengetahuan dengan tokohnya Imanuel Kant yang pemikirannya bertolak pada ruang dan waktu sebagai dua bentuk pengamatan. Akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri (indera dan pengalaman) dan mengaturnya dalam bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pegetahuan, sedangkan pengolahan oleh akal merupakan pembentuknya.
2.      Persoalan pengetahuan yang menekankan kepada hakekat              pengetahuan, dijawab oleh               aliran berikut.
1)              Idalisme
Tokoh dalam paham ini adalah Plato. Ia berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental atau pun proses-proses psikologi yang sifatnya subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang kenyataan dan tidak memberikan gambaran yang tepat tentang hakekat sesuatu yang berada di luar pikiran.
2)              Empirisme
Aliran ini berkeyakinan bahwa hakekat pengetahuan adalah berupa pengalaman. Tokohnya  adalah David Hume yang menyatakan bahwa idea-idea dapat dikembalikan pada sensasi-sensasi (rangsang indera) dan pengalaman merupakan ukuran terakhir dari kenyataan, dan William James menyatakan bahwa pernyataan tentang fakta adalah hubungan di antara benda-benda, sama banyaknya dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara langsung melalui indera.
3)              Positivisme
Pendiri dan sekaligus tokoh terpenting dari aliran filsafat positivisme adalah Aguste Compte. Aliran positivisme berpendirian bahwa kepercayaan-kepercayaan yang dogmatis harus digantikan dengan pengetahuan faktawi. Apa pun yan di luar dunia pengalaman tidak perlu diperhatikan. Manusia harus menaruh perhatian pada dunia ini. Bebrapa tokoh diantaranya mengatakan bahwa pernyataan yang mengandung arti adalah pernyataan yang dapat diverifikasi secara empiris. Pengalaman yang tidak berdasar dan tidak dapat diverifikasi dianggap tidak bermakna atau bukan merupakan pengetahuan.
4)              Pragmatisme
Aliran ini tidak mempersoalkan apa hakekat pengetahuan melainkan menanyakan apa guna pengetahuan tersebut. William James menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal itu ditentukan oleh akibat praktisnya. Menurut John Dewey, kegunaan atau kemanfaatan untuk umum hendaknya menjadi ukuran, sedangkan daya untuk mengetahui dan daya untuk berpikir merupakan sarana.



  C.            Aliran-aliran dalam Persoalan Nilai-nilai (Etika)
                     1.       Idealisme Etis
Idealisme etis adalah aliran yang meyakini hal-hal yang berikut ini.
a.          Adanya suatu skala nilai-nilai asas-asas moral, atau aturan-aturan untuk bertindak
b.          Lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat spiritual atau pun mental dari pada yang bersifat indrawi atau kebendaan
c.          Lebih mengutamakan kebebasan moral dari pada ketentuan kejiwaan atau alami
d.          Lebih mengutamakan hal yang umum dari pada hal yang khusus
                     2.       Deontologisme Etis
Deontologisme etis berpendirian bahwa sesuatu tindakan dianggapa baik tanpa disangkutkan dengan nilai kebaikan sesuatu hal. Yang menjadi dasar moralitas adalah kewajiban. Sesuatu perbuatan dikatakan wajib secara moral tanpa memperhitungkan akibat-akibatnya. Deontologisme etis dilawankan dengan etika aksiologis (etika yang mendasarkan pada teori nilai). Deontologisme juga disebut formalisme dan juga intuisionisme.
                     3.       Etika Teleologis
Etika teologis merupakan etika aksiologis (etika berdasar nilai) yang membuat ketentuan bahwa kebaikan atau kebenaran suatu tindakan sepenuhnya bergantung pada sesuatu tujuan atau hasil.
                     4.       Hedonisme
Hedonisme menganjurkan manusia untuk mencapai kebahagiaan yang didasarkan pada kenikmatan, kesenangan (pleasure). Pengajur dalam aliran ini yaitu Cyrenaics (400 SM), yang menyatakan bahwa hidup yang baik adalah memperbanyak kenikmatan melalui kenikmatan indera dan intelek. Sebaliknya Epikurus (341 – 270 SM) menyatakan bahwa kesenangan dan kebahagiaan adalah tujuan hidup manusia.  Epikurus tidak menganjurkan manusia untuk mengejar semua kenikmatan yang sesuai dengan inteligensi dan tengah-tengah. Kegembiraan pikiran adalah lebih tinggi dari pada kenikmatan jasmani.
                     5.       Utilitarisme
Utilitarisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kenikmatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi manusia yang sebanyak-banyaknya.










Indahnya Hidup Berdampingan Dengan Damai



Mendengar rekaman perkuliahaan Filsafat pada pertemuan kemarin, ada satu istilah yang menjadi penting bagi saya yaitu sang kapitalis, yang kemudian membuat saya berpikir untuk membuat refleksi ini. Saya tertarik untuk mengangkat “Indahnya Hidup Berdampingan Dengan  Damai ” sebagai judul refleksi saya kali ini.
 
Hampir setiap hari kita mendengar kekerasan dan peperangan di berbagai belahan dunia. Banyak korban yang berjatuhan dan tak terhitung kerugian yang dialami orang rakyat yang sama sekali tak menginginkan adanya peperangan. Sungguh, suatu peristiwa yang meninggalkan luka dan trauma yang berkepanjangan masyarakat yang mengalamainya. Mendengar dan melihat peristiwa seperti ini, muncul pertanyaan di benak saya ;  Apakah para penguasa atau penentu kebijakan masih mempunyai hati? Apakah sudah tidak ada jalan damai sampai-sampai “perang” adalah jalan keluar yang paling baik untuk menyelesaikan konflik?
Saya teringat akan satu bagian dari kitab suci, yang menceritrakan tentang suatu madah pujian yang agung, dimana Nabi Yesaya berbicara tentang semua air mata yang diseka dan tentang suatu pesta mewah yang dihidangkan bagi segala suku dan bangsa. Pada suatu hari, kata Nabi Yesaya, “semua bangsa di bumi akan memuji Allah dan bersuka cita karena keselamatan yang Ia berikan”.  Dari cerita kitab suci ini, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa Allah yang menciptakan segala suku dan bangsa, menginginkan keseimbangan dan keselarasan untuk hidup berdampingan dalam suasana damai bukan sebaliknya, karena sesungguhnya Allah menjanjikan keselamatan bagi semua orang tanpa memandang dari suku dan bangsa  mana dia berasal. Lalu mengapa masih saja ada orang yang menginginkan peperangan? Bukankah keseimbangan, keselarasan dan kedamaian dalam hidup pasti menjadi dambaan setiap orang beriman?
Suatu suku atau pun bangsa bisa saja dikatakan sangat maju dalam ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, militer, dan yang lainnya, namun keadaan seperti itu harus diimbangi dengan kehidupan spiritual yang baik dimana masyarakatnya memiliki hati yang murni sebab Allah berkenan kepada orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, karena hati yang murni akan mempengaruhi tiap kata dan tindakan yang baik. Jadi, semaju apapun suatu bangsa, yang paling penting adalah bagaimana mengelola hidup spiritual atau rohani yang baik dan kuat. Hidup rohani yang kuat akan menjadikkan setiap orang makin bijak dan menjadi saluran berkat bagi sesama dan Allah. Sehingga sangat perlu bagi kita untuk memajukan sikap hormat dan saling menghargai antar sesama, perlu bagi kita untuk membangun damai di mana terjadi konflik agar kehidupan yang penuh dengan kedamaian akan tercipta. Semoga Allah menganugerahi rahmatNYA kepada sang power nour agar mampu memikirkan upaya damai bagi keselamatan semua bangsa tanpa memikirkan keuntungan atau kepentingan bangsanya, sehingga keseimbangan, keselarasan dan kedamaian hidup dapat tercipta.